Sabtu, 02 Oktober 2010

TEORI GINZBERG DAN IMPLIKASINYA

TEORI GINZBERG DAN IMPLIKASINYA


  1. Tahapan-Tahapan


  1. Fantasi (10-12 tahun):
Memilih pekerjaaan anak bersifat sembarangan, asal pilih saja, pilihannya tidak didasarkan pada pertimbangan yang masak, tetapi pada kesan atau khayalan.

  1. Tentatif (11-18 tahun)

  1. Minat
Pertimbangan karir itu berdasarkan kesenangan atau ketertarikan.

  1. Kapasitas
Menyadari minatnya berubah-ubah anak mulai menanyakan apakah kemampuan melakukan sesuatu pekerjaan cocok dengan minat.

  1. Nilai
Menyadari didalam pekerjaan terkandung nilai, dan suatu pekerjaan lebih memiliki nilai dari pekerjaan lainnya.

  1. Realistik (10-25 tahun)

  1. Eksplorasi
Menilai pengalaman kerja terhadap tuntutan sebenarnya atau kalau tidak bekerja, melanjutkan pendidikan perguruan tinggi.

  1. Kristalisasi
Pengambilan keputusan pokok tentang pemilihan pekerjaan dengan mempertimbangkan faktor dari dalam diri maupun dari luar.

  1. Spesifikasi
Memilih pekerjaan secara khusus





  1. Unsur-Unsur Teori Ginzberg

  1. Proses
Berlangsung terus menerus dalam pemilihan karir sepanjang hayatnya.

  1. Irreversibilitas
Pembatasan pilihan tidak mesti berarti bahwa pilihan itu bersifat menentukan, pilihan itu tidak dapat diulang kembali, dalam arti seseorang yang sudah sampai fase lebih tinggi tidak dapat kembali kesuatu fase dibawahnya untuk meninjau kembali pilihan yang dibuat pada fase lebih bawah.

  1. Kompromi
Berusaha mencari kecocokan paling baik antara minatnya, tujuan-tujuan dan keadaan yang terus berubah.


  1. Implikasi-Implikasi bagi Bimbingan di Institusi Pendidikan
Beberapa implikasi bagi bimbingan karier di Institusi Pendidikan sebagai berikut:

  1. Perkembangan karier merupakan salah satu segi dari keseluruhan proses perkembangan orang muda dan pilihan yang menyangkut jabatan dimasa depan berlangsung selaras dengan perkembangan karier. Kalau proses perkembangan orang muda tidak berjalan sebagaimana mestinya, laju perkembangan karier juga tidak akan berjalan lancar dan banyak pilihan karier akan menunjukkan kekurangan yang berat. Karena itu, bimbingan karier harus direncanakan dan dikelola dengan maksud menunjang perkembangan karier orang muda, sesuai dengan tahap perkembangan diberbagai jenjang pendidikan disekolah. Secara ideal, bimbingan diberikan sebagai bagian integral dari pendidikan karier atau pendidikan jabatan (career education). Sifat bimbingan yang diutamakan dalam bimbingan karier adalah sikap perseveratif (developmental) dan sifat pencegahan (preventive), lebih-lebih dalam bimbingan karier yang diberikan secara kelompok. Sifat korektif (remedial) dapat muncul dalam konseling karier (career counseling) secara individual sesuai dengan kasus konkret yang dihadapi, misalnya gambaran diri yang kurang bulat, informasi jabatan yang tidak diolah secara tepat dan pilihan yang kurang matang.

  2. Pilihan jabatan tidak dibuat sekali saja dan tidak definitive dengan sekali memilih saja. Orang muda membuat suatu rangakain pilihan yang berkesimanbungan dan bertahap, dari pilihan yang masih bersifat agak luas dengan memilih bidang jabatan sampai jabatan tertentu dibidang itu. Pilihan-pilihan itu dibuat dalam lingkup lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi tertentu, namun kontinuitas dan keterpaduan diantara seluruh pilihan berakar dalam gambaran diri atau kosep diri yang semakin berkembang. Gambaran diri merupakan garis dasar yang menyambung dan memadukan semua pilihan yang dibuat. Karena itu, bimbingan karier harus menunjang usaha orang muda untuk mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik. Pemahaman diri ini menjadi benang merah dalam menyusun rencana masa depan dan semua pilihan yang dibuat mendapat maknanya sebagai implementasi konkret dari konsep diri dalam berbagai aspeknya.

  3. Konseling karier yang berlangsung dalam pertemuan pribadi antar konselor dan konseli dan kerap terfokuskan pada permasalahan mengenai pilihan program studi dan/ atau pilihan jabatan, akan berlangsung lebih lancer bilamana orang muda telah disiapkan melaui bimbingan karier secara kelompok untuk menghadapi saat-saat harus dibuat suatu pilihan diantara beberapa alternatif. Persiapan ini meliputi aneka topik bimbingan kelompok seperti pemahaman diri, pengolahan informasi pendidikan (educational information), pengolahan informasi tentang dunia kerja (vocational information), pengolahan informasi pendidikan dan pekerjaan dalam keterpaduan satu sama lain (career information), pendalamn nilai-nilai kehidupan (values) yang terkandung dalam bidang kehidupan bekerja dan memegang jabatan, serta cara yang tepat dalam mengambil suatu keputusan dengan memilih diantar berbagai alternatif (decision making skills). Dengan demikian, konseling karier tidak akan menjadi kursus kilat yang memadatkan program bimbingan karier dalam satu-dua wacana, yang mungkin membingungkan konseli karena dalam waktu singkat harus diperoleh informasi tentang lingkungan dan diri sendiri, harus ditemukan beberapa alternatif pilihan, serta harus dipelajari cara yang tepat untuk mengambil suaru keputusan secara tanggung jawab. Demikian pula, konselor tidak kan berhadapan dengan konseli yang kurang mengerti akan kompleksitas pilihan karier serta kurang paham akan segala faktor internal dan eksternal yang perlu dipertimbangkan. Kalau konselor sekolah merencakan dan mengelola program bimbingan karier secara kelompok, usaha konkret konselor selama wawancara konseling individual akan lebih bersifat perseveratif daripada korektif, yaitu membenarkan kesalahan daripada kekurangan dalam kesiapan mental untuk menghadapi masalah pilihan konkret. Dalam proses konseling karier yang terpusat pada pengambilan keputusan (decision making), konselor dapat menetapkan pendekatan konseling Trait-Factor dalam bentuknya yang lebih luas dan teradaptasikan, dengan mengingat kematangan vokasional (vocational maturity) konseli dan sifat keputusan yang harus diambil (lebih bersifat definitif atau intermediar). Namun, karena program bimbingan karier secar kelompok tidak memadai atau kerena orang muda tidak memanfaatkan program itu sebagaimana mestinya, konselor sekolah dalam wawancara konseling individual tetap akan berhadapan dengan beberapa konseli yang belum siap untuk mengambil keputusan. Terhadap mereka konselor harus mengambil tindakan korektif dahulu sebelum pendekatan Trait-Factor tersebut dapat diterapkan secara memadai. Maka, konselor sekolah harus peka terhadap suatu kasus, diaman terdapat berbagai indikasi bahwa konseli belum siap untuk membuat suatu pilihan karier. Misalnya konseli belum memiliki konsep diri yang memadai untuk umurnya; tidak memiliki informasi yang relevan tentang lingkungan hidupnya; cenderung terlalu menggantungkan diri pada orang lain; tidak mengetahiu cara berpikir yang tepat untuk sampai pada suatu keputusan, yang penting dan menentukan bagi jalan hidupnya; dan merasa agak takut membuat suatu pilihan karena harus menerima pula kenyataan konsekuensi dari pilihannya.

  4. Pendekatan karier dan bimbingan karier tidak dapat dilepaskan dari gaya hidup yang di cita-citakan oleh orang muda bagi dirinya sendiri (life style orientation). Karier yang akan dikembangkan oleh seseorang selama masa hidupnya merupakan sebagian dari keseluruhan gaya hidupnya (life style). Dalam bukunya, Career Counseling: Applied Concepts of Life Planning (1981), Vernon G. Zunker membahas suatu alat yang dapat membantu orang muda untuk mengidentifikasikan unsur dimensi dalam gaya hidup yang dicita-citakan bagi dirinya sendiri; alat ini dinamakan Dimensions of Life-Style Orientation Survey (DLOS). Survai ini memuat 80 item yang mencakup 11 dimensi dalam gaya hidup. Pada setiap item responden harus menentukan, apakah hal yang tercakup dalam item itu bagi dia dianggap tidak penting, cukup penting, dan sangat penting, misalnya item yang berbunyi “Menjadi ahli terkenal dalam suatu bidang ilmu”; “Mempunyai pekerjaan yang dihargai tinggi dalam masyarakat”. Berdasarkan jawaban –jawaban dalam survai dapat disusun suatu profil yang menampakkan posisi responden pada masing-masing dimensinya. Profil ini menjadi bahan masukan bagi refleksi responden terhadap gaya hidup yang didambakannya. Ke-11 dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Orientasi finansial: taraf kesejahteraan ekonomi yang didambakan, yang dikaitakan dengan patisipasi dalm kegiatan kultur-budaya dan status terhormat dalam masyarakat.

  2. Orientasi terhadap pelayanan sosial: taraf partisipasi dalam kegiatan sosial-karitatif yang didambakan, yang dikaitkan dengan partisipasi dalam aneka usaha meningkatkan kesejahteraan mental-spiritual masyarakat.

  3. Orientasi terhadap keluarga: corak kehidupan keluarga yang didambakan, yang dikaitkan dengan proporsi waktu untuk berada ditengah-tengah keluarga dan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan kehidupan keluarga.

  4. Orientasi terhadap pengembangan karier: corak pekerjaan apa yang didambakan, yang dikaitkan dengan komitmen pada suatu karier dan dengan kesempatan yang tersedia untuk mencapai keunggulan serta memikul tanggung jawab.

  5. Orientasi terhadap kepemimpinan dalam lingkungan kerja: peranan apa yang didambakan, yang dikaitkan dengan kesempatan yang tersedia untuk menjadi seorang pemimpin yang memiliki wewenang dan dapat mengatur sendiri tanpa diperintah oleh orang lain.

  6. Orientasi terhadap pendidikan: taraf perkembangan diri sebagai orang yang berpendidikan yang didambakan, yang dikaitkan dengan kesempatan tang tersedia untuk menikmati pendidikan sekolah yang setinggi mungkin dan mengembangkan ilmunya melalui kegiatan belajar tambahan.

  7. Orientasi terhadap keteraturan dalam menunaikan tugas : kondisi lingkungan kerja apa yang didambakan, yang di kaitkan dengan kemungkinan bekerja di luar rumah menurut jadwal waktu yang teratur dan merasa bebas dari tuntutan tambahan yang menyita waktu di luar jam kerja resmi.

  8. Orientasi terhadap pengisian waktu luang : corak kehidupan apa yang di dambakan, yang di kaitkan dengan kemungkinan menikmati banyak waktu luang (leisure time) untuk di isi dengan kegiatan berpariwisata dan mengejar hoby-hoby.

  9. Orientasi terhadap mobilitas : taraf stabilitas tempat tinggal dan tempat kerja yang di dambakan, yang di kaitkan dengan kemungkinan untuk berpindah-pindah dan mengenal keadaan diberbagai daerah.

  10. Orientasi terhadap jaminan hidup: sampai seberapa jauh orang merasa puas dengan gaya hidup yang bebas dari tekanan, yang dikaitkan dengan keinginan untuk hidup tenang dan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan tanpa merasa dikejar-kejar oleh kewajiban mengelola harta benda banyak.

  11. Orientasi terhadap berbagai kegiatan dialam terbuka: sampai seberapa jauh orang mendambakan kegiatan diluar ruang tertutup, yang dikaitakn dengan kemungkinan bekerja dialam terbuka dan menikmati waktu luang dialam bebas.

    DAFTAR PUSTAKA


    Munandir.1996.Program Bimbingan Karir di Sekolah.Jakarta:Depdikbud
    Winkel,W.S dan M.M, SriHastuti.2004.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Yogyakarta: Media Abadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar